Ledakan dari pedang Rest merusak salah satu sayapnya. Menghasilkan kumpulan asap yang begitu tebal. Dalam keadaan itu, secepat kilat Morz bergerak menuju ke langit. Pedang yang digenggamnya mulai mengeluarkan kilatan-kilatan hitam. Menghasilkan medan magnet dan menghancurkan benda-benda yang ada di sekitarnya. Dan kini pedang tersebut telah siap beradu dengan kerasnya kulit moster itu.
Pedang Morz berhasil memotong leher monster tersebut. Menghasilkan hujan darah di sekitar tempatku berdiri. Hanya saja pemandangan tersebut mulai terasa kabur. Ku lihat orang-orang disekitarku mulai berlari meuju ke arahku. Mata mereka berkaca-kaca. Wajah mereka tampak begitu memilukan untuk sebuah kemenangan yang telah didapatkan hari ini.
“ cepat tolong dia… !!”
“ panggilkan tim medis.. !! “
“ kau terluka … “ jeritan-jeritan tersebut sedikit menyadarkan aku.
Lalu ku alihkan pandanganku menuju sebuah rasa sakit yang memanggilku dari tadi. kulihat Satu buah duri dari monster tersebut tertancap lurus di dada kiriku. Entah siapa yang terluka kali ini. Aku tak melihat mereka. Dua penjaga yang memakai jiwaku selama peperangan ini, Morz dan Rest.
Tubuhku gemetar melihat darah yang mengalir deras dari dadaku.bercampur dengan hujan darah yang berasal dari monster itu. Pandanganku kembali menjadi gelap. kini aku tak bisa merasakan kakiku. Detak jantungku mulai melambat bersamaan dengan tubuhku yang mulai sempoyongan dan akhirnya jatuh ke tanah yang penuh dengan bau mayat.
“ sepertinya hanya sampai di sini… ” pikirku sembari menatap hujan darah yang masih begitu lebat.
Mataku perlahan mulai terpejam. Suara ledakan, jeritan, dan tangisan pun mulai menghilang. Kini yang bisa kurasakan hanya dinginnya tanah tempatku terbaring. Namun tiba-tiba ada sebuah cahaya yang bersinar terang tepat di depan mataku. Begitu menyilaukan hingga menghangatkan tubuhku. Sebuah jeritan pun menyadarkan diriku.
“morreeesss… bangun !! “ suara itu benar-benar tak asing di telingaku.
“ moreeess… bangun, mau telat di hari pertama sekolah? “ Aku tersentak duduk sambil mengusap mata.
“ oh iya bu.. ini udah bangun” kataku. “ ternyata hanya mimpi.. “ lanjutku perlahan sambil merapikan rambut yang berantakan.
***